ini rencana tweet gue untuk 17an nanti. mungkin agak sarkas. tapi gue punya alasan kenapa harus terlalu frontal.
mungkin setelah gue terbitkan tweet ini (dg hashtag #oposisi) akan banyak akun yg mengunfollow/memblok twitter gue LAGI hahhahaa. tapi tak apa, karna gue hanya ingin meneriakkan keadilan. semua atas dasar kecintaan gue yang besar pada Indonesia. MERDEKA !!!!
banyak yg MENCELA gue karna gue sering MENCELA pemerintah. kenapa gue lebih memilih untuk menjadi #oposisi ?
Men, lo semua enak, bisa makan 3x sehari, tidur/tinggal di tempat yg layak, msh bisa sekolah/kuliah #oposisi
coba lo liat anak yg ga bisa sekolah & harus ngamen demi melawan takdir mereka sbg orang miskin #oposisi
atau buruh pabrik yg kerja 24 jam demi upah yg blom tentu cukup untk kehidupan sehari-hari #oposisi
yg gue lawan bukan pemerintah, tp produk dari pemerintah = KETIDAKADILAN #oposisi
sekolah mahal, kuliah apalagi #oposisi
pemerintah lebih "ramah" pada investor ketimbang rakyat miskin #oposisi
lapindo salah Bakrie, yg dirugikan ya rakyat #oposisi
knp yg dibangun gedung dpr bukan gedung sekolah/rumah sangat sederhana untk rakyat? #oposisi
presiden ngeluh soal gaji beliau, smentara UMR di daerah masih rendah bgt!! #oposisi
see? pemerintah kita ga adil #oposisi
so apakah kita akan tetap tunduk pada sistem yg berasaskan ketidakadilan? #oposisi
ya mungkin itu aja yg bisa gue tulis. mungkin klise, umum, terlalu "garis besar" tanpa data. tp tweet gue mencerminkan sifat wong cilik yg cuma tau bahwa pemerintah ga adil tanpa tau apa alasan dan solusinya. polos, lugu, itulah wong cilik. sangat berbeda dg penguasa yg tamak. padahal keinginan mereka sederhana, HIDUP SEJAHTERA.
"sebarkanlah burung ababil yang pernah turun ke dunia, lemparkanlah batu api dari neraka, hujamkanlah semuanya kepada penguasa lalim!!"
Sapere Aude
Rabu, 01 Juni 2011
Senin, 16 Mei 2011
???
Jangan menangis, jangan menangis, mata indahmu itu terlalu berharga
Meskipun kau terjatuh dalam kesedihan
Lihatlah kebenaran, jadilah dirimu sendiri
Maaf aku telah membuat senyum yang kusukai itu menjadi masam
Meskipun aku berdoa, waktu berlalu begitu cepat
Dan aku sudah melangkah terlalu jauh untuk kembali
Ah, cahaya warna-warni yang berkilauan
Sepertinya waktu telah mengubah malam menjadi mimpi
Jadi bukalah matamu, lihatlah !!
Tepat disampingmu, bunga baru tumbuh mekar sekali lagi
Berayun perlahan dalam temaram cahaya di pepohonan
Aku ingin selalu memperhatikanmu, tapi semuanya baik-baik saja sekarang
Karena ada seseorang yang menanti tangan lembutmu, jadi angkatlah wajahmu sekarang.
Apakah orang yang kucintai dulu, sekarang ini, di musim yang indah ini, masih tergerak oleh orang yang dicintainya?
Oh kepinganku, terbanglah dengan penuh ketenangan
Jangan kembali, arungilah lautan luas
Suatu hari nanti, akan ada begitu banyak cahaya
Karena kau ada di sini, hidupku akan terus melangkah menuju keabadian
Oh kenangan yang memenuhi kedua tanganmu ini takkan pernah layu
Ketika kau melangkah menuju esok
Kepinganku, terbanglah dengan penuh ketenangan
Jangan kembali, arungilah lautan luas
Meskipun kau terjatuh dalam kesedihan
Lihatlah kebenaran, jadilah dirimu sendiri
Maaf aku telah membuat senyum yang kusukai itu menjadi masam
Meskipun aku berdoa, waktu berlalu begitu cepat
Dan aku sudah melangkah terlalu jauh untuk kembali

Ah, cahaya warna-warni yang berkilauan
Sepertinya waktu telah mengubah malam menjadi mimpi
Jadi bukalah matamu, lihatlah !!
Tepat disampingmu, bunga baru tumbuh mekar sekali lagi
Berayun perlahan dalam temaram cahaya di pepohonan
Aku ingin selalu memperhatikanmu, tapi semuanya baik-baik saja sekarang
Karena ada seseorang yang menanti tangan lembutmu, jadi angkatlah wajahmu sekarang.
Apakah orang yang kucintai dulu, sekarang ini, di musim yang indah ini, masih tergerak oleh orang yang dicintainya?
Oh kepinganku, terbanglah dengan penuh ketenangan
Jangan kembali, arungilah lautan luas
Suatu hari nanti, akan ada begitu banyak cahaya
Karena kau ada di sini, hidupku akan terus melangkah menuju keabadian
Oh kenangan yang memenuhi kedua tanganmu ini takkan pernah layu
Ketika kau melangkah menuju esok
Kepinganku, terbanglah dengan penuh ketenangan
Jangan kembali, arungilah lautan luas
Sepakbola " Timnas Oh Timnas" (arsip Januari 2011)
Masih terasa kegagalan timnas di Piala AFF, kemenangan 2-1 di GBK tak cukup bagi Firman Utina dkk untuk membawa timnas ke podium nomor satu sepakbola se-Asean. Timnas kalah agregat 4-2 di mana sebelumnya kalah memalukan melawan Malaysia dengan skor telak 3-0 di Bukit Jalil. Seolah kemenangan beruntun dari fase awal hingga semi final tak berarti banyak, timnas kembali gagal di Piala AFF dan harus puas dengan predikat runner-up.
Pernyataan dan pertanyaan muncul mengenai kegagalan timnas kali ini. Mengapa timnas kembali gagal? Di sini saya tak ingin berbicara teknis, strategi, permainan dan sebagainya. Karena sebenarnya ada beberapa factor lain yg bagi saya lebih bertanggung jawab atas kegagalan timnas kali ini.
- Politisasi Sepakbola
Timnas berkunjung ke rumah Aburizal Bakrie sesaat setelah menang melawan Filipina di semifinal leg 2. Di sini terlihat seorang Nurdin Halid (ketua PSSI) seperti “membawa” Timnas ke Ical (Aburizal Bakrie) sebagai “produk” keberhasilan PSSI. Pertanyaannya apakah benar keberhasilan Timnas semata-mata karena PSSI (re: Nurdin Halid) ?
Di sini kita melihat ada POLITISASI SEPAKBOLA yg dilakukan para politikus yg mencoba mengamankan posisi mereka lewat keberhasilan Timnas. Nurdin Halid mencoba membersihkan dirinya (yg sebenarnya banyak terkait kasus korupsi) dengan “memamerkan” Timnas ke public.
Sementara itu Ical juga seperti mengklaim keberhasilan Timnas sebagai usaha keras beliau. Memang benar keluarga Bakrie punya banyak sumbangan kepada persepakbolaan Indonesia, tapi mengapa seolah harus dipamerkan seperti itu. Saya juga melihat kasus ini sebagai persiapan Ical di pemilu 2014 lewat politik pencitraan.
Belum lagi saat timnas diundang makan oleh menpora Andi Mallarangeng, hanya sesaat sebelum timnas harus melawan Malaysia di Bukit Jalil. Lalu kita melihat banyak spanduk di bukit jalil, mulai dari spanduk bergambar Nurdin Halid, Aburizal Bakrie, Hatta Radjasa, bahkan ga ketinggalan presiden SBY. Para politisi busuk mencoba menjadi pahlawan kesiangan di tengah keberhasilan timnas saat itu. Mengklaim bahwa keberhasilan timnas sebagai hasil jeri payah mereka.
- Ekspos dan euphoria yg berlebihan.
Saya melihat hal aneh di mana media begitu menggembar-gemborkan keberhasilan timnas. Berita timnas yg biasanya hanya ada di Metro Sport (Metro TV) atau Galeri Sepakbola Indonesia (Trans 7), kini bahkan “nyangkut” di produk infotaintment. Sebuah hal yg sangat aneh. Kita bisa melihat berita tentang timnas selama 24 jam nonstop lewat TV. Stasiun tv yg sebelumnya “bodo amat” sama timnas, jadi “ikut-ikutan” demi pemenuhan segmen pasar. Kasus kasus yg lebih mendalam seperti kasus Gayus dan keistimewaan D.I.Y pun tenggelam. Masyarakat dibuat bodoh dan berpikiran dangkal oleh media. Masyarakat jadi terlalu bereuforia dan berekspektasi lebih pada timnas. Tak aneh kalau banyak orang hanya “ikut-ikutan” dukung timnas, padahal sebelumnya cuek sama timnas. Kenapa media dan masyarakat sangat berlebihan? Padahal masuk final Piala AFF adalah wajar bagi Timnas. Tahun 2000, 2002, dan 2004 kita masuk final walau gagal.
2 faktor di atas sangat mempengaruhi performa timnas di bukit jalil. Kita melihat timnas kehilangan konsentrasi, bukan karna laser, tapi karna factor factor di atas. Saya ingat bagaimana seorang presenter “TV WAN” dalam sebuah sesi wawancara bertanya kepada Wolfgang Pical (asisten pelatih timnas) sebelum laga melawan Filipina di semifinal leg 1. “Kira kira kali ini menang berapa kosong?” begitu kata si presenter. Sangat takabur, terlalu percaya diri, dan tentu memberi beban bagi timnas.
Mencerminkan kesombongan dan harapan yg sangat tinggi yg beredar di masyarakat. Achmad Bustomi mencerminkan kekecewaannya lewat akun twitternya. “Sebuah tamparan dr Alloh untuk kta semua bahwa kta blm juara blm apa2 tp sdah byk yg takaburrr…….!!!”, kata gelandang Arema itu.
Saya melihat pencapaian Timnas kali ini adalah buah dari hasil kerja keras Timnas itu sendiri, bukan PSSI, bukan Aburizal Bakrie, bukan SBY. Bahkan kita melihat bagaimana kegigihan timnas saat menang 2-1 di final kemarin, timnas seperti ingin mempertahankan harga diri walau gagal juara. Salut untuk kegigihan Alfred Riedl dan para anak buahnya. PSSI butuh perombakan besar. Harga tiket yg selangit menunjukkan kebobrokan PSSI. Bandingkan harga tiket VVIP di Bukit Jalil Malaysia, yg setara dengan Rp. 150.000. Di GBK? Rp. 1.000.000 !!! Belum lagi masalah mendasar PSSI yg lain, seperti liga yg carut marut, manajemen klub yg amburadul, dll. Timnas sudah bagus, ada perkembangan. Tapi PSSI masih sangat bobrok.
Semoga di tahun yg baru ini ada kemajuan tersendiri di persepakbolaan Indonesia, karena percuma juga kalau Timnas punya pemain sehebat Alessandro Del Piero tapi PSSI nya masih bobrok. Terima kasih banyak, God Bless Indonesia!!!!
Pernyataan dan pertanyaan muncul mengenai kegagalan timnas kali ini. Mengapa timnas kembali gagal? Di sini saya tak ingin berbicara teknis, strategi, permainan dan sebagainya. Karena sebenarnya ada beberapa factor lain yg bagi saya lebih bertanggung jawab atas kegagalan timnas kali ini.
- Politisasi Sepakbola
Timnas berkunjung ke rumah Aburizal Bakrie sesaat setelah menang melawan Filipina di semifinal leg 2. Di sini terlihat seorang Nurdin Halid (ketua PSSI) seperti “membawa” Timnas ke Ical (Aburizal Bakrie) sebagai “produk” keberhasilan PSSI. Pertanyaannya apakah benar keberhasilan Timnas semata-mata karena PSSI (re: Nurdin Halid) ?
Di sini kita melihat ada POLITISASI SEPAKBOLA yg dilakukan para politikus yg mencoba mengamankan posisi mereka lewat keberhasilan Timnas. Nurdin Halid mencoba membersihkan dirinya (yg sebenarnya banyak terkait kasus korupsi) dengan “memamerkan” Timnas ke public.

Belum lagi saat timnas diundang makan oleh menpora Andi Mallarangeng, hanya sesaat sebelum timnas harus melawan Malaysia di Bukit Jalil. Lalu kita melihat banyak spanduk di bukit jalil, mulai dari spanduk bergambar Nurdin Halid, Aburizal Bakrie, Hatta Radjasa, bahkan ga ketinggalan presiden SBY. Para politisi busuk mencoba menjadi pahlawan kesiangan di tengah keberhasilan timnas saat itu. Mengklaim bahwa keberhasilan timnas sebagai hasil jeri payah mereka.
- Ekspos dan euphoria yg berlebihan.
Saya melihat hal aneh di mana media begitu menggembar-gemborkan keberhasilan timnas. Berita timnas yg biasanya hanya ada di Metro Sport (Metro TV) atau Galeri Sepakbola Indonesia (Trans 7), kini bahkan “nyangkut” di produk infotaintment. Sebuah hal yg sangat aneh. Kita bisa melihat berita tentang timnas selama 24 jam nonstop lewat TV. Stasiun tv yg sebelumnya “bodo amat” sama timnas, jadi “ikut-ikutan” demi pemenuhan segmen pasar. Kasus kasus yg lebih mendalam seperti kasus Gayus dan keistimewaan D.I.Y pun tenggelam. Masyarakat dibuat bodoh dan berpikiran dangkal oleh media. Masyarakat jadi terlalu bereuforia dan berekspektasi lebih pada timnas. Tak aneh kalau banyak orang hanya “ikut-ikutan” dukung timnas, padahal sebelumnya cuek sama timnas. Kenapa media dan masyarakat sangat berlebihan? Padahal masuk final Piala AFF adalah wajar bagi Timnas. Tahun 2000, 2002, dan 2004 kita masuk final walau gagal.
2 faktor di atas sangat mempengaruhi performa timnas di bukit jalil. Kita melihat timnas kehilangan konsentrasi, bukan karna laser, tapi karna factor factor di atas. Saya ingat bagaimana seorang presenter “TV WAN” dalam sebuah sesi wawancara bertanya kepada Wolfgang Pical (asisten pelatih timnas) sebelum laga melawan Filipina di semifinal leg 1. “Kira kira kali ini menang berapa kosong?” begitu kata si presenter. Sangat takabur, terlalu percaya diri, dan tentu memberi beban bagi timnas.
Mencerminkan kesombongan dan harapan yg sangat tinggi yg beredar di masyarakat. Achmad Bustomi mencerminkan kekecewaannya lewat akun twitternya. “Sebuah tamparan dr Alloh untuk kta semua bahwa kta blm juara blm apa2 tp sdah byk yg takaburrr…….!!!”, kata gelandang Arema itu.

Semoga di tahun yg baru ini ada kemajuan tersendiri di persepakbolaan Indonesia, karena percuma juga kalau Timnas punya pemain sehebat Alessandro Del Piero tapi PSSI nya masih bobrok. Terima kasih banyak, God Bless Indonesia!!!!
Musik : Antara "Terinfluence" dengan Plagiat (arsip 2009)
Mungkin udah agak basi kali yaa, tapi gue rasa tema ini patut diangkat, apalagi tema ini merebak stelah d’masiv (ryan, kiki, rama, ray, why) dituduh plagiat & abis itu banyak blog atau tulisan yang nghina mereka. Malah ada raper yang bikin lagu tentang ulah mereka yang KATANYA plagiat.
Yang bikin gue ktawa, kebanyakan mereka yang nghina d’masiv dengan kata-kata kotor itu, mungkin ga tau bedanya ter’influence’ dengan plagiat. Ter influence, atau terpengaruh dengan karya musik orang lain emang jadi “penyakit akut” tiap musisi. Freddy Mercury mempengaruhi karya musik Gerard Way (My Chemical Romance) sampe Ahmad Dhani (Dewa 19), n kedua orang itu juga mengakui kalo karya mereka emang banyak terinspirasi oleh sang pianis Queen itu.
Bedanya sama plagiat?
Sebuah karya musik baru dikatakan plagiat jika benar-benar ada kemiripan dari unsur melodis, aransemen, beat, etc seenggaknya sepanjang 8 bar (Undang” hak cipta th. 2002)
Sekarang, kalo kita balik ke kasus d’masiv?
Gue akuin d’masiv itu band keren, mereka dah dapet banyak gelar selama mereka jadi band festival. Udah 60an piala apa katanya, lha gue aja baru tiga, itu juga juara 3 semua…
Mereka emang punya skill di atas rata”, apalagi kiki tuh gitarisnya, n mereka juga pemenang a mild live wanted n setelah itu mereka bikin album berjudul Perubahan yang oleh para kritikus pemula dikatakan sebagai plagiat banget. Mereka bilang kalo 8 dari 12 lagu dari album itu plagiat.
Dari hits pertamanya “Cinta Ini Membunuhku” yang katanya ngikutin ‘I Don’t Love You” nya MCR, sampe lagu “Sebelah Mata” yang katanya mirip lagu “Camisado” nya Panic! at the Disco. Gue pernah masuk ke satu blog yang diurusn sama seorang anak band. Anggota forum disitu gag tanggung” banget ngatain d’masiv. Dibilangnya band sampah, anjing, tai kucing..
maap nih yaa gue ngutip kata-kata gitu, gue disini hanya ingn membuka realita aja.
Sekarang persoalannya, d’masiv plagiat atau gag?????
Lagu mereka emang mirip banget sama lagu band” luar kayak Muse, My Chemical Romance, Switchfoot, etc. Dan kalo gue pikir ini ada di batas terinfluence.
Lho berarti ga Plagiat dong?????
Gue bilang sih ga, soalnya itu belum masuk kategori plagiat menurut undang-undang di negara kita. Disini kita ga Cuma harus berpikir benar, tapi juga harus berpikir lurus man, sesuai aturan. N sekedar pengetahuan aja nih buat agan-agan pembaca. Kasus yang kayak gni tuh wajar banget. Gue kasih 1 contoh.
Ada 4 Lagu dari waktu dan negara yang berbeda, punya reff yang relatif sama.
Lagu apa aja?
Glacial Love (Band Jepang, namanya Siam Shade)
Kekasih tak dianggap (Kertas, sekarang namanya jadi Armada)
Perempuan Paling Cantik di Negeriku Indonesia (Dewa 19)
Change the World (OST Anime Inuyasha)
Kalo dinyanyiin pake tempo n dasar kunci yang sama ini bakal jadi lagu yang sama Cuma beda lirik. Tapi ini ga bisa dibilang plagiat, karena kesamaannya ga nyampe 8 bar. Lagian Cuma sebagian reff.
Tapi kok bisa mirip yaa? Contek contekan atau gimana???
Kalo orang awam pasti jawabnya gini.
Nada tuh Cuma ada tujuh di dunia, jadi wajarlah kalo mirip.
Tapi sebenernya gini.
Ada 2 hal yang paling mempengaruhi karya dari seorang musisi. Apa tuh??? Jawabanya adalah memori pendengarannya dan jiwanya sbg musisi..
Pendengaran?
Setiap manusia normal punya 2 telinga, namun dengan kepekaan yang berbeda, Makin jago musisi, makin peka telinganya. Peka terhadap beat, Chord, not, dan semacemnya. Dan dalam membuat lagu, kadang mereka mengeluarkan nada yang ada di otak(memori), secara spontan, yang sebenarnya adalah hasil kepekaan pendengaran mereka di masa sbelumnya. Jadi dalam membuat lagu, sang musisi kadang terhenyak n bilang “eh, baru sadar gue kalo lagu yang gue bikin mirip lagu ……”. Secara sederhana, gejala ini dapat disebut sebagai ketidaksengajaan.
Jiwa?
Ini menyangkut esensialisme atau keaslian dari karya sang musisi. Kadang dalam membuat sebuah karya musik, musisi yang punya jiwa dan idealisme yang esensial akan mampu membuahkan sebuah karya yang tidak terpengaruh oleh faktor apapun dan gag mirip sama karya orang lain. Inilah yang disebut dengan karakter, yang sangaaaaat jarang dimiliki oleh musisi Indonesia. Sangat banyak band Indonesia jaman sekarang yang karyannya terpengaruh oleh beberapa faktor seperti pengaruh dari band idola atau karena faktor segmen pasar yang sangat menggerus idealisme musisi. Yang disebutkan terakhir adalah faktor utama yang membuat musisi Indonesia jaman sekarang miskin kreatifitas. Hingga akhirnya cenderung mengarah kepada semacam plagiarisme.
Ada beberapa band yang punya karakter. KLa Project, Slank, Dewa, sampe sekarang kalo menurut gue yang paling berkarakter tuh macem J-Rocks dan Nidji. Ada juga band indie yang punya karakter kuat kayak Killing Me Inside atau Seringai. Sayangnya mereka ga memenuhi segmen pasar.
Daaaaan, band’ yang gue bilang berkarakter diatas juga ga lepas lho dari yang namanya “ngikutin band luar”
Lagu Dewa mirip sama lagu Queen, Rock n Roll nya Slank mirip Rolling Stones, Karyanya KLa juga mirip sama lagu-lagu band barat kea lagunya Duran-duran, Beastyboys, atau Michael Learns to Rock.
J-Rocks, bisa dibilang band covernya L’Arc-en-Ciel, Nidji terpengaruh sama band-band British. Inikah “plagiarisme” yang menguntungkan? Bagi gue iya. Daripada kita dengerin band” melayu yang sekedar enak? Mending denger lagu-lagu bagus dan berkarakter. Itu menurut gue… Walau ada juga band” baru Indonesia yang punya karakter kayak Vierra, Hello, atau Domino, yang gag tau disengaja atau gag, karyanya juga mendekati semacam plagiat.
Musik kita emang ga sebagus musik luar. Band-band barat kayak MCR, Paramore, Avenged Sevenfold, Dream Theater, Dragon Force, atau band Jepang kea Laruku dan Gazette punya karakter kuat dan musik yang bagus. Apalagi Muse, karakter, skill, lagu yang enak, ada di dia semua. Walau band-band di atas mungkin ga lepas juga dari terinfluence, atau mirip” sama karya pendahulunya. Mungkin cuma Muse yang bener-bener beda dan esensial, bagi gue.
Kita Balik ke kasus yaa..
Jadi, tidak ada yang namanya plagiarisme MURNI yang nampak dalam kasus ini. Yang ada hanyalah terpengaruh (terinfluence), walau kadang intensitasnya yang berlebih patut dipertanyakan. Tapi, musisi juga manusia biasa yang tak lepas dari salah dan lupa. Dan buat temen-temen yang masuk forum anti d’masiv, J-Rocks, atau anti band” Screamo atau anti band manapun, tolong keluar yaaa? Kita harus mengapresiasi hasil karya mereka. Kalian boleh deh nghina band-band orang, asalkan prestasi kalian udah melebihi mereka yang kalian hina. Apalagi untuk d’masiv. Kalo ga punya dasar apa-apa, jangan menghina sesama. Cintailah sesama mu seperti dirimu sendiri. Dan kasihilah musuh-musuh mu. Respect walau beda aliran. Stop piracy.
d'masiv sang plagiator??
Yang bikin gue ktawa, kebanyakan mereka yang nghina d’masiv dengan kata-kata kotor itu, mungkin ga tau bedanya ter’influence’ dengan plagiat. Ter influence, atau terpengaruh dengan karya musik orang lain emang jadi “penyakit akut” tiap musisi. Freddy Mercury mempengaruhi karya musik Gerard Way (My Chemical Romance) sampe Ahmad Dhani (Dewa 19), n kedua orang itu juga mengakui kalo karya mereka emang banyak terinspirasi oleh sang pianis Queen itu.
Bedanya sama plagiat?
Sebuah karya musik baru dikatakan plagiat jika benar-benar ada kemiripan dari unsur melodis, aransemen, beat, etc seenggaknya sepanjang 8 bar (Undang” hak cipta th. 2002)
Sekarang, kalo kita balik ke kasus d’masiv?
Gue akuin d’masiv itu band keren, mereka dah dapet banyak gelar selama mereka jadi band festival. Udah 60an piala apa katanya, lha gue aja baru tiga, itu juga juara 3 semua…
Mereka emang punya skill di atas rata”, apalagi kiki tuh gitarisnya, n mereka juga pemenang a mild live wanted n setelah itu mereka bikin album berjudul Perubahan yang oleh para kritikus pemula dikatakan sebagai plagiat banget. Mereka bilang kalo 8 dari 12 lagu dari album itu plagiat.
Dari hits pertamanya “Cinta Ini Membunuhku” yang katanya ngikutin ‘I Don’t Love You” nya MCR, sampe lagu “Sebelah Mata” yang katanya mirip lagu “Camisado” nya Panic! at the Disco. Gue pernah masuk ke satu blog yang diurusn sama seorang anak band. Anggota forum disitu gag tanggung” banget ngatain d’masiv. Dibilangnya band sampah, anjing, tai kucing..
maap nih yaa gue ngutip kata-kata gitu, gue disini hanya ingn membuka realita aja.
Sekarang persoalannya, d’masiv plagiat atau gag?????
Lagu mereka emang mirip banget sama lagu band” luar kayak Muse, My Chemical Romance, Switchfoot, etc. Dan kalo gue pikir ini ada di batas terinfluence.
Lho berarti ga Plagiat dong?????
Gue bilang sih ga, soalnya itu belum masuk kategori plagiat menurut undang-undang di negara kita. Disini kita ga Cuma harus berpikir benar, tapi juga harus berpikir lurus man, sesuai aturan. N sekedar pengetahuan aja nih buat agan-agan pembaca. Kasus yang kayak gni tuh wajar banget. Gue kasih 1 contoh.
Ada 4 Lagu dari waktu dan negara yang berbeda, punya reff yang relatif sama.
Lagu apa aja?
Glacial Love (Band Jepang, namanya Siam Shade)
Kekasih tak dianggap (Kertas, sekarang namanya jadi Armada)
Perempuan Paling Cantik di Negeriku Indonesia (Dewa 19)
Change the World (OST Anime Inuyasha)
Kalo dinyanyiin pake tempo n dasar kunci yang sama ini bakal jadi lagu yang sama Cuma beda lirik. Tapi ini ga bisa dibilang plagiat, karena kesamaannya ga nyampe 8 bar. Lagian Cuma sebagian reff.
Tapi kok bisa mirip yaa? Contek contekan atau gimana???
Kalo orang awam pasti jawabnya gini.
Nada tuh Cuma ada tujuh di dunia, jadi wajarlah kalo mirip.
Tapi sebenernya gini.
Ada 2 hal yang paling mempengaruhi karya dari seorang musisi. Apa tuh??? Jawabanya adalah memori pendengarannya dan jiwanya sbg musisi..
Pendengaran?
Setiap manusia normal punya 2 telinga, namun dengan kepekaan yang berbeda, Makin jago musisi, makin peka telinganya. Peka terhadap beat, Chord, not, dan semacemnya. Dan dalam membuat lagu, kadang mereka mengeluarkan nada yang ada di otak(memori), secara spontan, yang sebenarnya adalah hasil kepekaan pendengaran mereka di masa sbelumnya. Jadi dalam membuat lagu, sang musisi kadang terhenyak n bilang “eh, baru sadar gue kalo lagu yang gue bikin mirip lagu ……”. Secara sederhana, gejala ini dapat disebut sebagai ketidaksengajaan.
Jiwa?
Ini menyangkut esensialisme atau keaslian dari karya sang musisi. Kadang dalam membuat sebuah karya musik, musisi yang punya jiwa dan idealisme yang esensial akan mampu membuahkan sebuah karya yang tidak terpengaruh oleh faktor apapun dan gag mirip sama karya orang lain. Inilah yang disebut dengan karakter, yang sangaaaaat jarang dimiliki oleh musisi Indonesia. Sangat banyak band Indonesia jaman sekarang yang karyannya terpengaruh oleh beberapa faktor seperti pengaruh dari band idola atau karena faktor segmen pasar yang sangat menggerus idealisme musisi. Yang disebutkan terakhir adalah faktor utama yang membuat musisi Indonesia jaman sekarang miskin kreatifitas. Hingga akhirnya cenderung mengarah kepada semacam plagiarisme.
Ada beberapa band yang punya karakter. KLa Project, Slank, Dewa, sampe sekarang kalo menurut gue yang paling berkarakter tuh macem J-Rocks dan Nidji. Ada juga band indie yang punya karakter kuat kayak Killing Me Inside atau Seringai. Sayangnya mereka ga memenuhi segmen pasar.
Daaaaan, band’ yang gue bilang berkarakter diatas juga ga lepas lho dari yang namanya “ngikutin band luar”
Lagu Dewa mirip sama lagu Queen, Rock n Roll nya Slank mirip Rolling Stones, Karyanya KLa juga mirip sama lagu-lagu band barat kea lagunya Duran-duran, Beastyboys, atau Michael Learns to Rock.
J-Rocks, bisa dibilang band covernya L’Arc-en-Ciel, Nidji terpengaruh sama band-band British. Inikah “plagiarisme” yang menguntungkan? Bagi gue iya. Daripada kita dengerin band” melayu yang sekedar enak? Mending denger lagu-lagu bagus dan berkarakter. Itu menurut gue… Walau ada juga band” baru Indonesia yang punya karakter kayak Vierra, Hello, atau Domino, yang gag tau disengaja atau gag, karyanya juga mendekati semacam plagiat.
Musik kita emang ga sebagus musik luar. Band-band barat kayak MCR, Paramore, Avenged Sevenfold, Dream Theater, Dragon Force, atau band Jepang kea Laruku dan Gazette punya karakter kuat dan musik yang bagus. Apalagi Muse, karakter, skill, lagu yang enak, ada di dia semua. Walau band-band di atas mungkin ga lepas juga dari terinfluence, atau mirip” sama karya pendahulunya. Mungkin cuma Muse yang bener-bener beda dan esensial, bagi gue.
Kita Balik ke kasus yaa..
Jadi, tidak ada yang namanya plagiarisme MURNI yang nampak dalam kasus ini. Yang ada hanyalah terpengaruh (terinfluence), walau kadang intensitasnya yang berlebih patut dipertanyakan. Tapi, musisi juga manusia biasa yang tak lepas dari salah dan lupa. Dan buat temen-temen yang masuk forum anti d’masiv, J-Rocks, atau anti band” Screamo atau anti band manapun, tolong keluar yaaa? Kita harus mengapresiasi hasil karya mereka. Kalian boleh deh nghina band-band orang, asalkan prestasi kalian udah melebihi mereka yang kalian hina. Apalagi untuk d’masiv. Kalo ga punya dasar apa-apa, jangan menghina sesama. Cintailah sesama mu seperti dirimu sendiri. Dan kasihilah musuh-musuh mu. Respect walau beda aliran. Stop piracy.
Langganan:
Postingan (Atom)